AKHIR DARI KISAH CINTA 10 TAHUN

Judulnya romantis ya?

Padahal sih, enggak kok.

Ini cuma cerita tentang perasaan campur aduk. Bukan senang atau bahagia, tapi tentang perasaan ragu yang ada di diri 2 orang. Iya, beruntungnya ada 2 orang dalam cerita ini.

Gue dan laki-laki ini. Jujur, gue sebenarnya memilih untuk menghapus semua tentang dia dan tidak mau menulis atau bercerita lagi tentang dia, tapi biarlah ini terakhirnya dia tersimpan dalam tulisan gue sebelum akhirnya cerita tentang dia benar-benar selesai, berhenti, menghilang dan terlupakan.

Jangan terlalu membawa perasaan.

Gue enggak setuju. Bagaimana lo bisa merasakan moment yang terjadi di sekitar lo kalau lo sendiri tidak bisa merasakan itu.

Dia datang tepat disaat gue merasa bahwa gue ingin bisa dipercaya oleh orang lain. Dia membuat situasi dimana gue adalah pribadi yang menarik. Tapi, yang gue tidak sadar adalah dia selalu menyelipkan kata ‘jika’ dalam setiap impian atau rencana yang dia berikan ke gue. Dan semua kata itu menjadi janji manis yang selalu jadi teman terbaik telinga dan harapan-harapan gue.

Latar belakang keluarga yang sama, lingkungan yang mirip-mirip, cerita dan reaksi yang sama. Gue kira semua itu menjadi jembatan antara kami berdua untuk bisa hidup bersama dan memiliki rumah yang sama, nyatanya, semua itu cuma fatamorgana aja.

Sepuluh tahun. Iya, enggak salah. Sepuluh tahun adalah waktu yang tepat untuk gue bisa meyakinkan diri gue bahwa dia bukanlah yang gue mau dan gue butuhkan.

Ada banyak hal dari dia yang setiap detiknya diperlihatkan ke gue yang membuat gue berkata dalam hati : inikah laki-laki yang gue mau? Benar gue mau ataukah gue hanya penasaran aja.

Inilah untungnya jangan berburuk sangka pada Tuhan. Di waktu yang sangat tepat, gue dapat kepastian itu.

Dia mengirimkan undangan pernikahan. Di tepat hari ini dia sudah memilih seorang perempuan untuk menemani semua impian yang pernah dia ceritakan, ketakutan yang dia sangkal, emosi yang selalu dia simpan dan kata-kata yang dia tata rapi serta janji manis dan bualan yang terbuang percuma.

Gue menangis? Anehnya enggak. Kecewa iya, tapi menangis dan menyesali dan mencari-cari alasan kenapa dia meninggalkan gue begitu saja tanpa alasan apapun, sama sekali enggak.

Setelah gue membaca pesan berisi undangan pernikahan tersebut, gue tersenyum, dalam hati gue berkata;

Akhirnya, waktunya datang juga.

Dan kisah cinta gue bersamanya selama sepuluh tahun, selesai.

Tanpa ada drama maaf, penjelasan atau drama lainnya yang bikin pusing.

Dia ‘minta ijin’ secara baik-baik. Maka, gue pun pergi dengan baik-baik.

Setelah sepuluh tahun, kami akhirnya kembali menjadi orang asing yang hidup di kota yang sama dan menjalani hidup yang berbeda.

Gue membuka galery foto di ponsel gue. Gue hapus semua foto dengannya. Gue hapus akun media sosialnya dari akun media sosial gue. Gue hapus semua tulisan tentang dia. Gue hapus semua janji dan kenangan yang pernah dia bilang ke gue. Sembari gue menghapus dia, gue berkata dalam hati : dia ternyata tidak cukup kuat untuk berdiri di samping gue.

Setelah menghapus semuanya, gue kembali ke pesan yang ia kirimkan. Gue baca perlahan undangan digital itu. Ada nama panjang gue masuk ke dalam undangan yang diadakan hari ini di sebuah hotel di Jakarta. Namanya yang bersanding dengan nama seorang perempuan. Gue baca undangan dengan perlahan. Sangat perlahan. Setelahnya gue menutup undangan digital tersebut. Ada pesan penutup dalam pesannya : Sempatkan datang ya, Nya.

Gue hanya tersenyum. Gue tutup pesannya. Dan memilih untuk tidak membalas pesannya.

Sama seperti yang dulu selalu ia lakukan terhadap gue. Tidak pernah membalas pesan.

Setelahnya, gue menghapus pesan itu dan memilih tidur.

Anehnya, gue merasa damai.

Diterbitkan oleh Kanya Suryadewi

The one who still trying to create my own destiny without you, you and you.

Tinggalkan komentar